Breaking

LightBlog

Pagi Ini Gunung Slamet Meletus

Gunung Slamet saat embuskan lahar. Mulai Rabu 12 Maret 2014 pagi Gunung Slamet meletus mengeluarkan abu tebal warna hitam pekat. Semburan ketinggian sekitar 1.000 meter ke arah barat.
Setelah beberapa hari dalam status waspada, Gunung Slamet di Jawa Tengah meletus dan mengeluarkan abu tebal, Rabu (12/3/2014) sekitar pukul 06.53 WIB.

Letusan abu berwarna hitam pekat berlangsung sekitar 3 menit, sebelum akhirnya tertutup kembali oleh kabut.

Berdasarkan penjelasan anggota tim pengamat Gunung Slamet di Pos Pengamatan, Desa Gambuhan, Pulosari, Kabupaten Pemalang, Sukedi (50), letusan abu tebal warna hitam itu terlontar dengan ketinggian berkisar 800 hingga 1.000 meter. Letusan itu masih tergolong letusan kecil.

Dari lontaran abu dan angin yang berembus, diprediksi lontaran abu vulkanis mengarah ke barat yang mencakup wilayah Kabupaten Tegal dan Brebes.

Sukedi menambahkan, sejak dinyatakan menjadi level waspada, Senin (10/3/2014) pukul 21.00 lalu, baru kali ini Gunung Api Slamet mengeluarkan letusan abu yang terpantau dari pos pengamatan.

"Sebelumnya enam kali letusan asap, baru kali ini mengeluarkan letusan abu," katanya. scr

====================================================================
Gunung Slamet (3.428 mdpl) di Jawa Tengah status aktivitas vulkaniknya meningkat dari normal atau level I menjadi waspada atau level II sejak 10 Maret 2014 pukul 21.00 WIB.

Terjadi peningkatan kegempaan dari aktivitas Gunung Slamet sejak 2 Maret lalu. Itu yang menjadi alasan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menaikkan status dari normal menjadi waspada.

Itu artinya, aktivitas Gunung Slamet yang berada di wilayah Kabupaten Purbalingga, Banyumas, Brebes, Tegal, dan Pemalang tersebut, perlu diwaspadai demi keselamatan semuanya.

Kepala Badan Geologi, Surono, menyebutkan terjadi peningkatan kegempaan di Gunung Slamet. Peningkatan kegempaan sudah berlangsung sejak 2 Maret 2014 sampai kemarin. Tercatat pada tanggal 8 hingga 10 Maret 2014 terjadi 441 gempa hembusan, dan sembilan kali gempa vulkanik dangkal.

Sementara itu, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan Kepala PVMBG telah melaporkan meningkatnya status Gunung Slamet kepada Kepala BNPB.

Ia mengatakan pihaknya merekomendasikan agar masyarakat atau wisatawan tidak beraktivitas dalam radius dua kilometer dari kawah Gunung Slamet. "Rekomendasinya, masyarakat, wisatawan, dan pendaki tidak diperbolehkan mendaki dan beraktivitas dalam radius dua kilometer dari kawah Gunung Slamet," katanya.

Namun, kata dia, masyarakat diimbau tetap tenang, dan tidak panik. "Tindakan yang perlu dilakukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat adalah penyuluhan, sosialisasi, penilaian bahaya, pengecekan sarana dan pelaksanaan piket terbatas," katanya.

Sebelumnya, Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Dinbudparpora) Purbalingga telah menutup sementara jalur pendakian ke puncak Gunung Slamet melalui Desa Kutabawa, Kecamatan Karangreja, sejak Senin malam lalu.

Kepala Bidang Pariwisata Dinbudparpora Purbalingga Prayitno mengatakan penutupan jalur pendakian tersebut dilakukan atas saran petugas Pos Pengamatan Gunung Slamet di Gambuhan, Kabupaten Pemalang.

Dari catatan aktivitas Gunung Slamet menyebutkan letusan besar terakhir gunung api ini terjadi pada 1988. Kejadiannya pada 12-13 Juli. Ketika itu terjadi semburan abu vulkanik dan lava dari kawah gunung.

Menurut Surono saat masih menjabat Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), secara karakter apabila terjadi letusan besar Gunung Slamet, bahaya utama yang dapat ditimbulkan adalah luncuran awan panas, lontaran piroklastik seperti bom vulkanik, pasir dan abu, serta aliran lava. "Sebaran jatuhan piroklastik tergantung ketinggian lontaran dan kencangnya angin yang berhembus pada saat terjadi letusan, terutama abu dan pasir," katanya.


Tidak menentu

Surono mengatakan periode letusan Gunung Slamet tidak menentu. Terkadang aktivitas vulkaniknya menggeliat dalam tempo satu tahun, dengan melontarkan letusan, tapi bisa juga dalam jangka waktu hingga 53 tahun baru meletus lagi.

Namun, kata dia, dari aktivitas vulkanik Gunung Slamet yang terjadi pada 21 April 2009, saat itu dapat saja menjadi siklus 20 tahun gunung tersebut yang kembali melontarkan material vulkaniknya.

Selain pada 1988, gunung api aktif tipe A itu juga pernah bergolak pada Juni, Juli, hingga Agustus 1969. Sebelumnya, terjadi letusan abu dan lava pada Juli, Agustus, dan Oktober 1953. Kejadian yang sama, sebelumnya juga terjadi pada 1 Juli dan 12 September 1932.

Berdasarkan sejarahnya, letusan Gunung Slamet tercatat tidak pernah menyebabkan korban jiwa manusia. Gunung ini tercatat pertama kali meletus pada 11 hingga 12 Agustus 1772. Saat itu meletus dan menyemburkan abu vulkanik serta lava pijar. Kemudian gunung ini "istirahat".

Slamet selanjutnya sering terjadi letusan atau peningkatan aktivitas vulkanik.


Aktivitas Mereda

Ketua Pos Pengamatan Gunung Slamet Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Sudrajat, mengatakan aktivitas vulkanik gunung api ini pada Selasa (11/3) pagi sudah mereda.

"Pada Selasa pagi menjelang siang ini, kondisi Gunung Slamet relatif reda, berganti asap putih dibanding pada Senin (10/3) malam yang mengeluarkan asap hitam di puncak gunung," katanya.

Ia mengatakan dalam sepuluh hari terakhir, aktivitas vulkanik Gunung Slamet meningkat signifikan, bahkan kegempaan terjadi ratusan kali.

"Oleh karena itu, meski sejak Selasa pagi puncak Gunung Slamet terpantau relatif tenang, tetapi PVMBG masih memberikan status waspada. Suara gemuruh dari puncak gunung yang sebelumnya sempat terdengar oleh warga sekitar, kini sudah tidak terdengar lagi," katanya.

Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pemalang Tri Wahyuni mengatakan pemkab terus berkoordinasi dengan petugas Pos Pengamat Gunung Slamet di Desa Gambuhan untuk perencanaan kontinjensi antisipasi, sehubungan dengan status waspada gunung tersebut.

"Koordinasi ini sebagai langkah prabencana, karena status Gunung Slamet meningkat menjadi waspada. Kami juga mempersiapkan seluruh tim reaksi cepat, dapur umur, tenda dan logistik serta jalur evakuasi melalui tujuh desa, di antaranya Clekatakan, Gunungsari, Batursari, Siremeng, Gambuhan, serta Pulosari," katanya. scr
LightBlog