Kamga melihat mumi Toraja (Foto: Dok. Kompas TV)
KOMPAS.com - Toraja Utara. Sebuah kabupaten yang berada di dataran tinggi. Tepat di bagian utara Provinsi Sulawesi Selatan. Kawasan berhawa sejuk serta identik dengan makam-makam batu, tengkorak manusia, dan ritual kematian yang mewah.
Jejak-jejak kematian di Toraja, menjadi magnet bagi wisatawan. Mereka datang berkunjung ke Kota Rantepao, ibu kota Kabupaten Toraja Utara. Kamga, host program “Explore Indonesia” yang tayang di Kompas TV, mengawali petualangannya di Toraja Utara dengan mendatangi Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setempat.
Kedatangannya bukan untuk melapor, tetapi karena ada ‘benda purbakala’ penuh misteri yang telah membuatnya penasaran. Benda ini tersimpan di Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Toraja Utara.
Sekretaris Disbudpar Toraja Utara, Cornelia Untung Seru, mengajak Kamga masuk ke ruangan kecil di pojok lantai dua. Di dalamnya terdapat lemari kaca tertutup kain putih. Setiap orang yang masuk harus menaruh rokok sebagai syarat sesajen. Perlahan Cornelia membuka kain, sehingga tampak jelas isi di dalamnya.
“Wow, ini laki-laki atau perempuan, Bu?” tanya Kamga terkejut.
“Perempuan, itu rambutnya masih ada, kukunya juga masih,” jawab Cornelia.
Di depan Kamga terbujur satu jasad berukuran pendek sekitar setengah meter. Dilihat dari ukuran tersebut, sepertinya mumi itu adalah mumi anak kecil. Namun menurut Cornelia, mumi ini merupakan perempuan dewasa yang ukurannya kemudian menyusut.
Mumi tersebut diperkirakan sudah meninggal ratusan tahun lampau. Di atas lemari kaca, tersimpan satu mumi lainnya berjenis kelamin pria. Mumi ternyata tidak hanya ada di Mesir, tetapi juga ditemukan di Toraja.
Seperti di Mesir, mumi di Toraja dan benda purbakala dari makam-makam kuno juga kerap menjadi sasaran tindak pencurian untuk diselundupkan ke luar negeri. Kedua mumi ini berhasil diamankan polisi tahun 2002 di Bandara Ngurah Rai, Bali, ketika hendak dilarikan ke luar negeri untuk dijual ke kolektor.
Upacara Rambu Solo
Wisata ke Toraja memang sarat misteri, sehingga layak disebut sebagai tur makam dan kematian. Makam batu bertebaran di mana-mana. Tambahan lagi, upacara kematian Rambu Solo digelar besar-besaran yang banyak menarik perhatian wisatawan domestik dan mancanegara.
Sebelum dilakukan upacara Rambu Solo, jenazah biasanya disimpan di dalam rumah duka dalam hitungan bulan atau bahkan bertahun-tahun. Hal ini tergantung kesiapan keluarga dari segi biaya, terutama karena mengingat biaya Rambu Solo bisa mencapai ratusan juta hingga milyaran rupiah.
Seperti salah satu keluarga bangsawan di Kete Ketsu, Toraja Utara. Jenazah seorang ibu sudah disemayamkan di dalam rumahnya selama 8 bulan.
Kamga datang menjumpai salah satu anak almarhumah, seorang pria bernama Tinting. Ia tampak sedang duduk sendiri di dalam rumah adat Tongkonan, tepat di sampingi peti mati sang ibu.
Dalam kepercayaan masyarakat Toraja, seseorang yang meninggal, tidak langsung dianggap sebagai orang mati. Manusia baru dianggap benar-benar sudah wafat, jika telah digelar upacara kematian Rambu Solo.
Sebelum ritual Rambu Solo dilaksanakan, maka selama itu pula keluarga memperlakukan jenazah layaknya orang yang masih hidup. Jenazah masih dianggap seperti orang sakit.
Salah satu keluarga masuk ke dalam ruangan dan memberikan makanan dan minuman. Ia kemudian berbicara kepada jenazah untuk mempersilakannya makan. Sepiring nasi dan secangkir kopi ditaruh di samping mendiang.
“Jadi 8 bulan itu tetap diberikan makan setiap waktunya makan, tiga kali sehari. Kemudian kalau ada yang melayat juga mereka curhat, ada yang menangis, ada yang ngomong, walapun si mati itu tidak ngomong. Biasanya mengklarifikasi soal hutang-piutang. Kalau malam di sini juga banyak orang tidur bersama-sama menemani jenazah,” jelas Tinting.
Apa yang mereka lakukan adalah wujud bakti anak pada orangtua yang sudah merawat dan membesarkan mereka. Meski berbulan-bulan disimpan dalam rumah, jenazah tidak menebarkan bau tak sedap.
Supaya tahan lama dan tidak menularkan penyakit, jasad biasanya dibalsem dengan ramuan tradisional. Keluarga Tinting berencana akan menggelar upacara Rambu Solo untuk almarhum ibunya sekitar dua bulan mendatang.
Ketika digelar Rambu Solo, keluarga bangsawan harus menyediakan hewan kurban kerbau minimal 24 ekor. Kerbau atau bahasa setempat dinamakan tedong akan menjadi kendaraan bagi arwah untuk menuju alam kehidupan selanjutnya yang disebut puya. Jika syarat tidak cukup maka, akan ditolak masuk surga.
Di Toraja, harga tedong bisa selangit, bahkan mencapai ratusan juta rupiah. Kerbau biasa diperjualbelikan di Pasar Hewan Bolu di Kota Rantepao, yang merupakan pasar kerbau terbesar di Indonesia.
Kamga yang datang ke pasar, melihat langsung berbagai jenis kerbau yang diperjualbelikan. Kerbau yang mahal adalah kerbau belang. Ia menemukan kerbau dengan harga Rp 150 juta bahkan Rp 300 juta.
"Harganya 300-350 juta ini sudah nggak masuk akal harganya. Malah katanya ada yang 500 juta, cuma bagi saya ini pemenangnya untuk sementara 350 juta, luar biasa!” tutur Kamga.
Dua hari terakhir berada di Toraja Utara, Kamga mengikuti upacara kematian Rambu Solo keluarga bangsawan di Bori Lomobonga. Upacara dihadiri ribuan orang dan diperkirakan menghabiskan biaya mencapai miliaran rupiah.
source: napak-alam.blogspot.com/